SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
1. Pasca Kemerdekaan 1945-1949
Pada saat dimana bapak
Seokarno-Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia, Indonesia belum
meimiliki UUD sebagai dasar negara. Akhirnya dibentuk lah BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dipimpin oleh Dr.
Radjiman Wedyodiningrat. tetapi BPUPKI sangat terikat dengan Jepang sehingga
rencana BPUPKI selau ada campur tangan Jepang. Walaupun begitu BPUPKI berhasil
merumuskan Pancasila yang dirancang oleh 3 tokoh yaitu, Moh.Yamin, Dr. Soepomi,
dan Ir.Soekarno.
Pada masa ini Indonesia menggunakan
sistem Presidensil dimana aturan perundang-undangan utama adalah UUD 1945 yang
disusun oleh sidang kedua BPUPKI dalam waktu yang sangat singkat. karena itu
juga masih diperlukan perbaikan-perbaikan, salah satunya pada pembukaan UUd
1945 yang tertulis "Menjalankan Syariat-syariat Islam bagi
Pemeluk-pemeluknya yang mendapat protes dari masyarakat Indonesia bagian Timur.
sehingga poin tersebut diganti pada agustus 1945 oleh PPKI.
2. Konstitusi Indonesia Serikat – RIS (1949-1950)
Pada tahun 1974, Belanda kembali
masuk ke Indonesia melalui Garesi militer
dan II, Indonesia dengan terpaksa
membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia kerena Ir. Soekarno dan
Moh.Hatta ditangkap oleh Belanda. Selang beberapa bulan setelah itu Indonesia dan
Belanjda mengadakan Konferensi Meja Bundar.
Hasil dari konferensi
tersebut adalah Indonesia harus
1. Mendirikan Republik Indonesia Serikat;
2. Menyerahkan kedaulatan;
dan
3. Berdirinya Uni
Indonesia-Belanda.
Indonesia
pun berubah menjadi Republik Indonesia Serikat, dengan UUD RIS sebagai dasar
negara yang digunakan. RIS tidak berjalan lama karena perubahan negara ini
merupakan paksaan dari pihak Belanda, sehingga tokoh-tokoh Indonesia membuat
perjanjian dengan negara serikat lainnya untuk mendukung Indonesia kembali
menjadi Republik Indonesia, negara kesatuan sehingga pemerintahan pun berganti
kembali.
A. Perkembangan Negara Indonesia pada masa orde lama
1.
Perkembangan Ekonomi
1.
Masa Kemerdekaan ( 1945 – 1950 )
Keadaan ekonomi pada masa awal kemerdekaan dapat dibilang
sangat tidak menggembirakan. Hal itu terjadi karena adanya inflasi yang
disebabkan oleh beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Oktober
1946 Pemerintah RI mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai
pengganti uang Jepang, namun adanya blockade ekonomi oleh Belanda dengan
menutup pintu perdagangan luar negeri mengakibatkan kekosongan kas Negara.
Akibatnya Negara berada dalam kondisi krisis keuangan dan kondisi itu tentu
membahayakan bagi keberlangsungan perekonomian Indonesia pada saat itu.
Dalam menghadapi krisis tersebut, pemerintah menempuh beberapa kebijakan, yaitu :
Dalam menghadapi krisis tersebut, pemerintah menempuh beberapa kebijakan, yaitu :
1) Pinjaman Nasional
2) Pemenuhan Kebutuhan Rakyat
3) Melakukan Konferensi Ekonomi
2.
Masa Demokrasi Liberal ( 1950 – 1957 )
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya
kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak tetapi tidak
ada partai yang memiliki mayoritas mutlak dan hal ini kemudian membuat pada
masa ini perekonomian diserahkan sepenuhnya kepada pasar. Dampak dari kebijakan
ini akhirnya hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.
Pemerintah terkesan memaksakan sistem pasar dalam perekonomian, anehnya pemerintah sudah mengetahui dampaknya dan melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kondisi perekonomian. Usaha-usaha tersebut adalah melalui pemotongan nilai uang, melanjutkan program Benteng, dan memutuskan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Pemotongan nilai uang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun, dikenal dengan sebutan Gunting Syarifuddin. Pemerintah juga melanjutkan Program Benteng (Kabinet Natsir) dengan maksud untuk menumbuhkan wiraswasta pribumi agar bisa berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional dan pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Pemerintah terkesan memaksakan sistem pasar dalam perekonomian, anehnya pemerintah sudah mengetahui dampaknya dan melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kondisi perekonomian. Usaha-usaha tersebut adalah melalui pemotongan nilai uang, melanjutkan program Benteng, dan memutuskan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Pemotongan nilai uang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun, dikenal dengan sebutan Gunting Syarifuddin. Pemerintah juga melanjutkan Program Benteng (Kabinet Natsir) dengan maksud untuk menumbuhkan wiraswasta pribumi agar bisa berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional dan pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
3.
Masa Demokrasi Terpimpin ( 1959 – 1967 )
Demokrasi Terpimpin tidak lepas dari sosok Presiden Soekarno,
sehingga pemikiran Soekarno menjadi dasar bagi pelaksanaan demokrasi terpimpin.
Dalam pidato beliau yang berjudul Kembali ke Rel Revolusi terbitlah pemikiran
Soekarno tentang demokrasi terpimpin. Demokrasi Terpimpin benar-benar terjadi
setelah muncul Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Mulai saat itulah Indonesia
menjalankan sistem demokrasi terpimpin. Akibat dari system ini berdampak pada
perubahan struktur ekonomi Indonesia yang akhirnya cenderung berjalan melalui
system etatisme, dimana dalam system ini Negara dan aparatur ekonomi Negara
bersifat dominan serta mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi diluar
sektor Negara.
Tidak menunjukkan kondisi perekonomian yang baik justru berdampak pada adanya devaluasi (penurunan nilai uang yang tujuannya guna membendung inflasi yang tetap tinggi, mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, serta agar dapat meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan), perlunya membentuk lembaga ekonomi, dan kegagalan dalam bidang moneter. Pada saat ini dibentuk pula Deklarasi Ekonomi, tujuannya untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
Tidak menunjukkan kondisi perekonomian yang baik justru berdampak pada adanya devaluasi (penurunan nilai uang yang tujuannya guna membendung inflasi yang tetap tinggi, mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, serta agar dapat meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan), perlunya membentuk lembaga ekonomi, dan kegagalan dalam bidang moneter. Pada saat ini dibentuk pula Deklarasi Ekonomi, tujuannya untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
2.
Perkembangan Sosial dan Budaya
Pasca Proklamasi kemerdekaan banyak
terjadi perubahan social yang ada di kehidupan masyarakat Indonesia. Dikarenakan
sebelum Indonesia merddeka dala kehidupan bangsa Indonesia telah terjadi
deskriminasi rasial dengan terpecahnya kelas masyarakat. Tetepi setelah
proklamasi dibacakan tepatnya pada tanggal 17 agustus 1945 segala deskriminasi
rasial dihapuskan dan seluruh masyarakat Indonesia dinyatakan memiliki hak dan
kewajiban yang sama dalam segala bidang.
3.
Perkembangan Politik
Setelah pelantikan Soekarno dan Mohammad Hatta
kemudian dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen
sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan.
KNIP kemudian mendeklarasikan pemerintahan
baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri atas 8
provinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra, Kalimantan (tidak
termasuk wilayah Brunei, Sarawak dan Sabah), Sulawesi, Nusa Tenggara serta
Maluku (termasuk Papua).
Pada masa sesudah kemerdekaan,
Indonesia menganut sistem multi partai yang ditandai dengan hadirnya 25 partai
politik. Hal ini ditandai dengan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16
Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Menjelang
Pemilihan Umum 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal bahwa jumlah parpol
meningkat hingga 29 parpol dan juga terdapat peserta perorangan.
Pada masa diberlakukannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959, sistem kepartaian Indonesia dilakukan penyederhanaan dengan Penpres
No. 7 Tahun 1959 dan Perpres No. 13 Tahun 1960 yang mengatur tentang pengakuan,
pengawasan dan pembubaran partai-partai. Kemudian pada tanggal 14 April 1961
diumumkan hanya 10 partai yang mendapat pengakuan dari pemerintah, antara lain
adalah sebagai berikut: PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katholik, PERTI
MURBA dan PARTINDO. Namun, setahun sebelumnya pada tanggal 17 Agustus 1960, PSI
dan Masyumi dibubarkan.
Dengan berkurangnya jumlah
parpol dari 29 parpol menjadi 10 parpol tersebut, hal ini tidak berarti bahwa
konflik ideologi dalam masyarakat umum dan dalam kehidupan politik dapat
terkurangi. Untuk mengatasi hal ini maka diselenggarakan pertemuan parpol di
Bogor pada tanggal 12 Desember 1964 yang menghasilkan “Deklarasi Bogor”.
Moh. Mahfudz, (1998:373-375)
dalam Politik Hukum di Indonesia, secara lebih spesifik menguraikan
perkembangan konfigurasi politik Indonesia ketika itu sebagai berikut:
1.
setelah
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, terjadi pembalikan arah dalam
penampilan konfigurasi politik. Pada periode ini konfigurasi politik menjadi
cenderung demokratis dan dapat diidentifikasi sebagai demokrasi liberal.
Keadaan ini berlangsung sampai tahun 1959, dimana Presiden Soekarno
menghentikannya melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada periode ini pernah
berlaku tiga konstitusi, yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950.
2.
konfigurasi
politik yang demokratis pada periode 1945-1959, mulai ditarik lagi ke arah yang
berlawanan menjadi otoriter sejak tanggal 21 Februari 1957, ketika PresidenSoekarno
mengutarakan konsepnya tentang demokrasi terpimpin. Demokrasi Terpimpin
merupakan pembalikan total terhadap sistem demokrasi liberal yang sangat
ditentukan oleh partai-partai politik melalui free fight.
Pada masa pemerintahan orde
lama, Indonesia mengalami beragam gejolak politik yang sangat mempengaruhi
jalannya pemerintahan, diantaranya adalah sebagai berikut:
Demokrasi
parlementer
Tidak lama setelah merdeka
Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di
mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada MPR atau
parlemen. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu
pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil sulit dicapai.
Peran Islam di Indonesia juga
menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih condong ke negara sekuler yang berdasarkan
Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih mengharapkan negara Islam
atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk
kepada hukum Islam.
Demokrasi
Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di
Jawa Barat, Sumatera, Sulawesi dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958,
ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, serta melemahkan
sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara
unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang
memberikan kekuatan presidensil yang besar.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden
Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label “Demokrasi
Terpimpin”. Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok,
dan kebijakan tersebut didukung para pemimpin penting negara-negara bekas
jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Uni Timur / Soviet maupun Blok
Barat / Eropa dan Amerika. Selain menyatakan dukungannya terhadap Soekarno,
Para pemimpin tersebut juga berkumpul di Bandung pada tahun 1955 dalam KTT
Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
Nasib
Irian Barat
Pada saat kemerdekaan,
pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat pulau Nugini
(Papua), dan mengizinkan langkah-langkah menuju pemerintahan-sendiri dan
pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember 1961. Negosiasi dengan Belanda
mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal, sehingga
Indonesia harus mengambil Irian Barat lewat jalur militer, Pada 18 Desember
pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian Barat yang kemudian terjadi
kontak senjata antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 19 61 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan
Belanda agar setuju melakukan perbincangan rahasia dengan Indonesia yang
menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962, Sehingga Indonesia dapat
mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Barat pada 1 Mei 1963.
Konfrontasi
Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan
Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah “Rencana
Neo-Kolonial” untuk memuluskan rencana komersial Inggris di wilayah tersebut.
Selain itu dengan dibentuknya Federasi Malaysia dianggap soekarno akan
memperluas pengaruh imperialisme negara-negara Barat di kawasan Asia dan
memberikan celah kepada negara Australia dan Inggris untuk mempengaruhi
perpolitikan regional Asia.
Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui
kedaulatan Malaysia dan mengijinkan Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri Indonesia dari
keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan
Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade.
Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara
pasukan Indonesia dan Malaysia (yang didukung penuh oleh Inggris).
Gerakan
30 September
Hingga 1965, PKI telah
menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat
dukungan terhadap rezimnya dan, dengan restu dari Soekarno, memulai kampanye
untuk membentuk “Angkatan Kelima” dengan mempersenjatai pendukungnya. Akan
tetapi para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior
dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada
para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan
Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta dan berbalik melawan PKI.
Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Kemudian
lebih dari puluhan ribu orang yang dituduh PKI kemudian dibunuh. Jumlah korban
jiwa pada 1966 diprediksi mencapai 500.000.
Penyebab Berakhirnya Orde Lama
-
Terjadi
gerakan G30S/PKI
-
Keadaan
politik dan keamanan negara menjadi kacau akibat dari gerakan G30S/PKI tersebut
-
Keadaan
perekonomian yang semakin buruk dimana inflasinya mencapai 600 %
-
Kesatuan
aksi yang ada di masyarakat bergabung membentuk kesatuan aksi yang dikenal
dengan nama front pancasila
-
Upaya
untuk memperbaiki kabinet dwikora dan membentuk kabinet seratus menteri tidak
memuaskan rakyat
-
Dalam
sidang paripurna ialah untuk mencari solusi dari masalah yang bergejolak tak juga
berhasil
B. Perkembangan Negara Indonesia pada masa orde Baru
Latar
Belakang Lahirnya Orde Baru
Masa
pemerintahan orde baru dimulai pada tahun 1967.
Presiden Soekarno secara resmi menyerahkan mandatnya kepada jenderal Soeharto
melalui Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).
Latar belakang dikeluarkannya Supersemar adalah akibat peristiwa Gerakan 30 September 1965 (Gestapu, Gestok, atau G30S / PKI), yaitu aksi kudeta PKI (Partai Komunis Indonesia) yang menculik dan membunuh beberapa perwira TNI AD dan beberapa orang penting lainnya.
Latar belakang dikeluarkannya Supersemar adalah akibat peristiwa Gerakan 30 September 1965 (Gestapu, Gestok, atau G30S / PKI), yaitu aksi kudeta PKI (Partai Komunis Indonesia) yang menculik dan membunuh beberapa perwira TNI AD dan beberapa orang penting lainnya.
Kejadian
ini memicu kekacauan negara. Pembantaian anggota PKI terjadi di mana-mana, dan
keamanan negara menjadi tidak terkendali. Rakyat Indonesia melakukan demo
besar-besaran yang menuntut pembubaran PKI dan pengadilan bagi tokoh-tokoh PKI.
Melalui bantuan Angkatan ’66, masyarakat Indonesia mengajukan Tritura
atau Tiga Tuntutan Rakyat, yaitu:
1.
Menuntut
pemerintah untuk membubarkan PKI beserta organisasi-organisasi pendukungnya,
seperti Gerwani, Lekra, BTI, Pemuda Rakyat, dan sebagainya.
2. Menuntut pemerintah untuk melakukan
pembersihan kabinet Dwikora (Dwi Komando Rakyat) dari unsur-unsur PKI, seperti
wakil Perdana Menteri I, Drs. Soebandrio.
3. Menuntut pemerintah untuk menurunkan
harga bahan pokok dan memperbaiki ekonomi. Kondisi ekonomi Indonesia tidak
stabil sejak era kemerdekaan, dan makin memburuk pada pertengahan tahun 60-an.
Presiden
Soekarno menanggapi tuntutan tersebut dengan melakukan reshuffle pada kabinet
Dwikora. Namun reshuffle tersebut dinilai kurang memuaskan karena masih
terdapat unsur PKI di dalamnya.
Saat itu negara mengalami masa-masa genting dan kekuasaan presiden semakin lemah. Akhirnya pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno menandatangani surat penunjukan Soeharto sebagai presiden RI ke-2, yang dikenal dengan nama Supersemar.
Saat itu negara mengalami masa-masa genting dan kekuasaan presiden semakin lemah. Akhirnya pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno menandatangani surat penunjukan Soeharto sebagai presiden RI ke-2, yang dikenal dengan nama Supersemar.
Soeharto
secara resmi diangkat sebagai presiden RI ke-2 pada 22 Februari 1967, melalui
Ketetapan MPRS No. XV / MPRS / 1966 dan sidang istimewa MPRS (Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara) pada tanggal 7 – 12 Maret 1967.
1.
Kebijakan politik Indonesia
1. Kebijakan
politik dalam negeri
Kebijakan dalam Negeri, dapat kita lihat
sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pemilu
1971
Pemilu yang telah diatur dengan SI MPR 1967 yang
menetapkan pemilu akan diselenggarakan pada tahun 1971 ini, berbeda halnya
dengan pemilu tahun 1955 pada orde revolusi atau orde lama. Dalam pemilu ini,
para pejabat pemerintah hanya berpihak pada salah satu peserta Pemilu yakni
Golkar. Jadi, Golkar lah yang selalu memenangkan pemilu di tahun berikutnya
yaitu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, sampai 1997.
2. Penyederhanaan
Partai Politik
Penyederhanaan partai politik terdiri dari dua partai
serta satu golongan karya yaitu:
·
1.) Partai Persatuan Pembangunan/PPP
koalisi dari partai Nahdlatul Ulama, Perti, PSII dan Parmusi.
·
2.) Partai Demokrasi Indonesia koalisi
dari partai Nasional Indonesia, partai Murba, partai Katolik, IPKI dan
Parkindo.
·
3.) Golongan Karya atau Golkar.
3. Dwifungsi ABRI
Dwifungsi ABRI merupakan peran ganda ABRI sebagai
kekuatan pertahanan keamanan dan kekuatan sosial politik. Peran sebagai
kekuatan sosial politik ABRI ditugaskan untuk mampu berperan aktif dalam pembangunan
nasional. ABRI juga mempunyai wakil dalam MPR yang diketahui sebagai Fraksi
ABRI, sehingga posisinya pada masa Orde Baru sangat dominan.
4. Pedoman penghayatan
dan pengamalan Pancasila (P-4)
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)
atau Ekaprasetia Pancakarsa, mempunyai tujuan untuk memberi pemahaman pada
semua lapisan masyarakat tentang Pancasila. Seluruh organisasi tidak
diperkenankan memakai ideologi selain Pancasila, bahkan dilaksanakan penataran
P4 bagi para pegawai negeri sipil.
2. Kebijakan politik luar negeri
Indonesia
Kebijakan politik luar
Negeri, dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Indonesia menjadi
anggota PBB kembali
Sewaktu Indonesia keluar dari PBB tanggal 7 Agustus
1965, Indonesia terkucilkan dari pergaulan internasional dan menyusahkan
Indonesia dalam ekonomi maupun politik dunia. Kondisi ini lalu mendorong
Indonesia kembali lagi menjadi anggota PBB menurut hasil sidang DPRGR. Jadi,
pada tanggal 28 September 1966, Indonesia resmi aktif kembali menjadi bagian
anggota PBB.
2.
Pemulihan hubungan diplomatik antara Malaysia dengan Singapura serta pemutusan
hubungan dengan Tiongkok
Ketika tahun 1965, terjadi pertikaian antara
Indonesia dengan Malaysia dan Singapura. Untuk memulihkan dan memperbaiki
hubungan diplomatik, diadakan penandatanganan perjanjian antara Indonesia yang
diwakili oleh Adam Malik dan Malaysia yang diwakili oleh Tun Abdul Razak pada
tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta. Pemulihan hubungan diplomatik dengan
Singapura lewat pengakuan kemerdekaan Singapura pada tanggal 2 Juni 1966.
3. Memperkuat kerja
sama regional serta Internasional
Indonesia mulai menguatkan kerjasama regional dan
internasional dengan menggunakan beberapa upaya, yaitu:
·
Turut andil dalam pembentukan ASEAN.
Indonesia sebagai salah satu pendiri ASEAN.
·
Mengirim kontingen Garuda dalam rangka
misi perdamaian.
·
Ikut berperan dalam Organisasi Konferensi
Islam/OKI.
Materi perkembangan kehidupan politik dan
ekonomi pada masa orde baru memang identik dengan presiden kedua Indonesia
yaitu Soeharto. Selain kebijakan politik, kebijakan ekonomi pada masa orde baru
diprakarsai oleh Soeharto. Untuk mengetahui perkembangan kehidupan ekonomi pada
masa orde baru, simak penjelasan di bawah ini.
2 . Perkembangan Kehidupan Ekonomi pada
Masa Orde Baru
Pemerintahan orde baru mempunyai slogan yang
mengungkapkan fokus utama mereka dalam memperlakukan kebijakan ekonomi, yakni
Trilogi Pembangunan.
·
Pertumbuhan ekonomi yang lumayan tinggi.
·
Penyeimbangan pembangunan beserta
hasilnya yang mengarahkan pada terwujudnya keadilan sosial untuk seluruh
rakyat.
·
Stabilitas Nasional yang sehat serta
dinamis.
Bukan tanpa dasar atau landasan, Trilogi Pembangunan
diciptakan karena Indonesia mengalami inflasi yang sangat tinggi pada awal
tahun 1966, kurang lebihnya sejumlah 650% setahun. Beberapa kebijakan ekonomi
yang diterapkan pada masa orde baru ialah:
1. Rencana pembangunan 5ima
tahun/Repelita
Pada
April 1969, pemerintah merancang Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
dengan tujuan untuk meningkatkan sarana dalam ekonomi, kegiatan ekonomi dan
kebutuhan sandang serta pangan. Sistem Repelita akan dievaluasi selama lima
tahun sekali.
1. Repelita I pada
tanggal 1 April 1969-31 Maret 1974
Sasaran utama yang akan diraih adalah pangan,
sandang, papan, perluasan lapangan kerja dan kesejahteraan rohani. Pertumbuhan
ekonomi berhasil naik sebesar 3 hingga 5,7%, sementara tingkat inflasi menurun
menjadi 47,8%. Namun, kebijakan pada masa Repelita I dirasa hanya menguntungkan
pihak investor Jepang serta golongan orang-orang kaya saja. Hal ini
membangkitkan munculnya peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari/ Malari.
2. Repelita II pada
tanggal 1 April 1974 - 31 Maret 1979
Mengutamakan sektor pertanian dan industri yang
mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
3. Repelita III pada tanggal
1 April 1979-31 Maret 1984
Repelita III menegaskan pada Trilogi Pembangunan
dengan memusatkan pada asas pemerataan, yaitu:
·
Pemerataan akan pemenuhan kebutuhan pokok
rakyat.
·
Pemerataan kesempatan mendapatkan
pendidikan dan pelayanan.
·
Pemerataan pembagian penghasilan.
·
Pemerataan kesempatan bekerja.
·
Pemerataan kesempatan dalam berusaha.
·
Pemerataan kesempatan bergabung dalam
pembangunan.
·
Pemerataan dalam penyebaran pembangunan.
·
Pemerataan dalam memperoleh keadilan.
4. Repelita IV pada
tanggal 1 April 1984 - 31 Maret 1989
Memusatkan pada sektor pertanian ke arah swasembada
pangan dengan meningkatkan industri yang bisa menghasilkan mesin sendiri.
5. Repelita V pada
tanggal 1 April 1989-31 Maret 1994
Memfokuskan pada sektor pertanian untuk meningkatkan
swasembada pangan, meningkatkan produksi pertanian, menyerap tenaga kerja dan
cakap menghasilkan mesin-mesin sendiri.
6. Repelita VI dimulai
pada tahun 1994
Pembangunan berpusat pada pada sektor ekonomi,
industri, pertanian dan peningkatan potensi sumber daya manusia.
2. Revolusi Hijau
Revolusi
Hijau pada hakikatnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari sistem
tradisional/peasant ke sistem modern /farmers. Guna meningkatkan produksi
pertanian biasanya dilancarkan empat usaha pokok, yang terdiri dari :
1. Intensifikasi
Intensifikasi yakni penelitian, pengembangan, dan
penerapan teknologi pertanian untuk mengoptimalkan lahan yang ada untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Perubahan ini dilangsungkan melewati program
Panca Usaha Tani yang terdiri dari:
·
Pemilihan dan pemakaian bibit/varietas
unggul.
·
Pemupukan yang pas.
·
Pengairan yang pas.
·
Pemberantasan hama dengan intensif .
·
Teknik/Cara penanaman yang baik.
2. Ekstensifikasi
Ekstensifikasi yakni perluasan lahan pertanian untuk
mendapatkan hasil pertanian yang lebih maksimal.
3. Diversifikasi
Diversifikasi
atau keanekaragaman usaha tani.
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi
yakni pemulihan daya produktivitas sumber daya pertanian yang telah kritis.
3
. Perkembangan Dalam Bidang Sosial-Budaya.
Masa
Orde Baru diakui telah banyak mencapai kemajuan dalam proses untuk mewujudkan
cita-cita nasional. Dalam kehidupan sosial budaya, masyarakat dapat digambarkan
dari berbagai sisi. Selama dasawarsa 1970-an laju pertumbuhan penduduk mencapai
2,3% setiap tahun. Dalam tahun tahun awal 1990-an angka tadi dapat diturunkan
menjadi sekitar 1,6% setiap tahun. Jika awal tahun 1970-an penduduk Indonesia
mempunyai harapan hidup rata-rata sekitar 50 tahun maka pada tahun 1990-an
harapan hidup lebih dari 61 tahun. Dalam kurun waktu yang sama angka kematian
bayi menurun dari 142 untuk setiap 1000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap
1000 kelahiran hidup. Hal ini antara lain dimungkinkan makin meningkatnya
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sebagai contoh adanya Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu sampai di tingkat desa atau
RT.
Dalam
himpunan Tap MPR Tahun 1993 di bidang pendidikan, fasilitas pendidikan dasar
sudah makin merata. Pada tahun 1968 fasilitas sekolah dasar yang ada hanya
dapat menampung sekitar 41% dari seluruh anak yang berumur sekolah dasar.
Fasilitas sekolah dasar yang telah dibangun di pelosok tanah air praktis mampu
menampung anak Indonesia yang berusia sekolah dasar. Kondisi ini merupakan
landasan kuat menuju pelaksanan wajib belajar 9 tahun di tahun-tahun yang akan
datang. Sementara itu, jumlah rakyat yang masih buta huruf telah menurun dari
39% dalam tahun 1971 menjadi sekitar 17% di tahuan1990-an.
Dampak
dari pemerataan pendidikan juga terlihat dari meningkatnya tingkat pendidikan
angkatan kerja. Dalam tahun 1971 hampir 43% dari seluruh angkatan kerja tidak
atau belum pernah sekolah. Pada tahun 1990-an jumlah yang tidak atau belum
pernah sekolah menurun menjadi sekitar 17%. Dalam kurun waktu yang sama
angkatan kerja yang berpendidikan SMTA ke atas adalah meningkat
dari 2,8% dari seluruh
angkatan kerja menjadi hampir 15%. Peningkatan mutu angkatan kerja akan
mempunyai dampak yang luas bagi laju pembangunan di waktui-waktu yang akan
datang.
Kebinekaan
Indonesia dari berbagai hal (suku, agama, ras, budaya, antar golongan dsb.)
yang mempunyai peluang yang tinggi akan terjadinya konflik, maka masa Orde Baru
memunculkan kebijakan yang terkait dengan pemahaman dan pengamalan terhadap
dasar negara Pancasila.
Berdasarkan
Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 ditetapkan tentang P-4 yaitu Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (Eka Parasetia Pancakarsa). Dengan Pancasila akan
dapat memberikan kekuatan, jiwa kepada bangsa Indonesia serta membimbing dalam
mengejar kehidupan lahir dan batin yang makin baik menuju masyarakat yang adil
dan makmur.
Dengan
penghayatan terhadap Pancasila oleh manusia Indonesia akan terasa dan
terwujudlah Pancasila dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia. Karena
itulah diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi penuntun dan pegangan hidup
bagi sikap dan tingkah laku setiap orang Indonesia. Untuk melaksanakan semua
ini dilakukanlah penataran-penataran baik melalui cara-cara formal, maupun
non-formal sehingga di tradisikan sebagai gerakan Budaya.
Penyebab
Berakhirnya Orde Baru;
1. Krisis
Politik
2. Krisis
Hukum
3. Krisis
Ekonomi
4. Krisis
Kepercayaan.
Komentar
Posting Komentar